Adakah Bid'ah Hasanah?
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Benarkah hadits ini bermakna “ Barangsiapa yang berbuat hal baru yang tidak ada perintahnya, maka ia tertolak “
Simak pembahasannya di sini pakai ilmu (bukan pakai nafsu)…
Ditinjau dari sisi ilmu lughoh :
- I’rab nahwunya :
من : adalahah isim syart wa jazm mabniyyun ‘alas sukun fi mahalli rof’in mubtada’ wa khobaruhu aljumlatus syartiyyah ba’dahu.
احدث : Fi’il madhi mabniyyun ‘alal fathah fii mahalli jazmin fi’lu syarth wal fa’il mustatir jawazan taqdiruhu huwa.
في : Harfu jar
امرنا : majrurun bi fii wa lamatu jarrihi alkasrah, wa naa dhomirun
muttashil mabnyyyun ‘alas sukun fii mahlli jarring mudhoofun ilaihi
هذا : isim isyarah mabniyyun alas sukun fi mahalli jarrin sifatun liamrin
ما : isim mabniy fii mahhli nashbin maf’ul bih
ليس : Fi’il madhi naqish yarfa’ul isma wa yanshbul khobar, wa ismuha dhomir mustatir jawazan taqdiruhu huwa
منه : min harfu jarrin wa hu dhomir muttashil mabniyyun alad dhommi wahuwa littab’iidh
فهو : al-faa jawab syart. Huwa dhomir muttashil mabniyyun alal fathah fi mahalli rof’in mubtada
رد : khobar mubtada marfuu’un wa alamatu rof’ihi dhommatun
dzhoohirotun fi aakhirihi. Wa umlatul mubtada wa khobaruhu fi mahalli
jazmin jawabus syarth.
Dari uraian sisi nahwunya maka bermakna :” Barangsiapa yang melakukan
perkara baru dalam urusan kami yaitu urusan syare’at kami yang bukan
termasuk darinya, tidak sesuai dengan al-Quran dan hadits, maka perkara
baru itu ditolak “
Makna tsb sesuai dengan statement imam Syafi’i yang sudah masyhur :
ما أُحدِثَ وخالف كتاباً أو سنة أو إجماعاً أو أثراً فهو البدعة الضالة،
وما أُحْدِثَ من الخير ولم يخالف شيئاَ من ذلك فهو البدعة المحمودة
“ Perkara baru yang menyalahi al-Quran, sunnah, ijma’ atau atsar maka
itu adalah bid’ah dholalah / sesat. Dan perkara baru yang baik yang
tidak menyalahi dari itu semua adalah bid’ah mahmudah / baik “
- Istidlal ayatnya (Pengambilan dalil dari Qurannya) :
وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً
وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا
ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ
“Dan Kami (Allah) jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya
(Nabi ‘Isa) rasa santun dan kasih sayang, dan mereka mengada-adakan
rahbaniyyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi
(mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan
Allah” (Q.S. al-Hadid: 27)
- Istidlal haditsnya (pengambilan dalil dari haditsnya) :
مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا
وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ
أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً
كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ
غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan)
yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala
dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang
sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam
sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa
dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang
dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim)
- Balaghoh :
Dalam hadits tsb memiliki manthuq dan mafhumnya :
Manthuqnya “ Siapa saja yang melakukan hal baru yang tidak bersumber
dari syareat, maka dia tertolak “, misalnya sholat dengan bhsa
Indonesia, mengingkari taqdir, mengkafir-kafirkan orang, bertafakkur
dengan memandang wajah wanita cantik dll.
Mafhumnya : “ Siapa saja yang melakukan hal baru yang bersumber dari
syareat, maka itu diterima “ Contohnya sangat banhyak skali sprti
pembukuan Al-Quran. Pentitikan al-Quran, mauled, tahlilan, haul, sholat
tarawikh berjama’ah dll.
Berangkat dari pemahaman ini, sahabt Umar berkata saat mengkumpulkan orang-orang untuk melakukan sholat terawikh berjama’ah :
نعمت البدعة هذه “ Inilah sebaik-baik bid’ah “
Dan juga berkata sahabat Abu Hurairah Ra :
فَكَانَ خُبَيْبٌ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الصَّلاَةَ عِنْدَ الْقَتْلِ (رواه البخاريّ)
“Khubaib adalah orang yang pertama kali merintis shalat ketika akan dibunuh”.
(HR. al-Bukhari dalam kitab al-Maghazi, Ibn Abi Syaibah dalam kitab al-Mushannaf)ز
Jika semua perkara baru itu buruk, maka sahabat2 tsb tidak akan berkata demikian.
Nah sekarang kita cermati makna hadits di atas dari wahhabi salafi :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Hadits ini mereka artikan :
Pertama : “ Barangsiapa yang berbuat hal baru dalam agama, maka ia tertolak “
Jika mreka mngartikan demikian, maka mereka sengaja membuang kalimat
MAA LAITSA MINHU-nya (Yang bersumber darinya). Maka haditsnya menjadi :
مَنْأَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا ُ فَهُوَ رَدٌّ
Kedua : “ Barangsiapa yang berbuat hal baru yang tidak ada perintahnya, maka ia tertolak “
Jika merka mngartikan seperti itu, berarti mereka dengan sengaja
telah merubah makna hadits MAA LAITSA MINHU-nya MENJADI MAA LAITSA
MA-MUURAN BIHI (Yang tidak ada perintahnya). Maka haditsnya menjadi
:مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا ليَْسَ مَأمُوْراً بهِ فَهُوَ
رَدٌّ
Sungguh ini sebuah distorsi dalam makna hadits dan sebuah pengelabuan pada umat muslim.
Jika mereka menentang dan berdalih : “ Bukankah Rasul Saw telah memuthlakkan bahwa semua bid’ah adalah sesat, ini dalilnya :
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ (رواه أبو داود
Maka kita jawab : Hadits tsb adalah ‘Aam Makhsus (lafadznya umum
namun dibatasi) dgn bukti banyak dalil yang menjelaskannya sprti hadits 2
sahabat di atas. Maksud hadits tsb adalah setiap perkara baru yang
brtentangan dgn al-quran dan hadits.Perhatikan hadits riwayat imam
Bukhori berikut :
أشار سيدنا عمر ابن الخطاب رضي الله عنه على سيدنا أبو بكر الصديق رضي
الله عنه بجمع القرآن في صحف حين كثر القتل بين الصحابة في وقعة اليمامة
فتوقف أبو بكر وقال:" كيف نفعل شيئا لم يفعله رسول الله صلى الله عليه
وسلم؟"
فقال له عمر:" هو والله خير." فلم يزل عمر يراجعه حتى شرح الله صدره له
وبعث إلى زيد ابن ثابت رضي الله عنه فكلفه بتتبع القرآن وجمعه قال زيد:"
فوالله لو كلفوني نقل جبل من الجبال ما كان أثقل علي مما كلفني به من جمع
القرآن." قال زيد:" كيف تفعلون شيئا لم يفعله رسول الله صلى الله عليه
وسلم." قال:" هو والله خير" فلم يزل أبو بكر يراجعني حتى شرح الله صدري
للذي شرح له صدر أبي بكر وعمر رضي الله عنهما .
“ Umar bin Khothtob memberi isayarat kpd Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk
mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf ketika melihat banyak sahabat
penghafal quran telah gugur dalam perang yamamah. Tapi Abu Bakar diam
dan berkata “ Bagaimana aku melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh
Rasul Saw ?” MaKA Umar menjawab “ Demi Allah itu suatu hal yang baik “.
Beliau selalu mengulangi hal itu hingga Allah melapangkan dadanya.
Kmudian Abu bakar memrintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan
Al-Quran, maka Zaid berkata “ Demi Allah aku telah terbebani untuk
memindah gunung ke satu gunung lainnya, bagaimana aku melakukan suatu
hal yang Rasul Saw tidak melakukannya ?” maka Abu bakar mnjawab “ Demi
Allah itu suatu hal yang baik “. Abu bakar trus mngulangi hal itu hingga
Allah melapangkan dadaku sbgaimana Allah telah melapangkan dada Umar
dan Abu Bakar “.
Coba perhatikan ucapan Umar dan Abu Bakar “ Demi Allah ini suatu hal
yang baik “, ini menunjukkan bahwasanya Nabi Saw tidak melakukan semua
hal yang baik , sehingga merka mngatakan Rasul Saw tidak pernah
melakukannya, namun bukan berarti itu buruk.
Jika merka mengatakan sahabat Abdullah bin Umar telah berkata :
كل بدعة ضلالة وإن رآها الناس حسنة
“ Setiap bid’ah itu sesat walaupun orang-orang menganggapnya baik “
Maka kita jawab :
Itu memang benar, maksudnya adalah segala bid’ah tercela itu sesat
walaupun orang-orang menganggapnya baik. Contohnhya bertaqarrub pd Allah
dengan mndengarkan lagu dangdutan..
Jika sahabat Abdullah bin Umar memuthlakkan bahwa semua bid’ah itu
sesat tanpa trkecuali walaupun orang2 mengangaapnya baik, lalu kenapa
juga beliau pernah berkata :
بدعة ونعمت البدعة “ Itu bid’ah dan sebaik-baik bid’ah “
Saat beliau ditanya tentang sholat dhuha. Lebih lengkapnya :
عن الأعرج قال : سألت ابن عمر عن صلاة الضحى فقال:" بدعة ونعمت البدعة
“ Dari A’raj berkata “ Aku bertanya kepada Ibnu Umar tentang sholat
dhuha, maka beliau menjawab “ Itu bid’ah dan sebaik-baik bid’ah “.
Apakah pantas seorang sahabat sprti Abdullah bin Umar tidak konsisten
dalam ucapannya alias plin-plan ?? sungguh sangat jauh dr hal itu
KESIMPULAN :- Cara membedakan bid’ah dholalah dan bid’ah hasanah adalah :
والتمييز بين الحسنة والسيئة بموافقة أصول الشرع وعدمها
“ Dengan sesuai atau tidaknya dengan pokok-pokok syare’at “.
- Orang yang mengartikan hadits :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Dengan : “ Bar angsiapa yang melakuakn hal baru maka itu tertolak “
atau “ Brangsiapa yang melakukan hal baru tanpa ada perintahnya maka ia
tertolak “.
Orang yang mengartikan seperti itu, berarti ia telah berbuat bid’ah
dholalah / sesat, akrena tidak ada dasarnya sama sekali baik dari
Al-Quran, hadits maupun atsarnya..Dan telah sengaja merubah makna hadits
Nabi Saw tersebut..dan kita tahu apa sangksi bagi orang yang telah
berdusta atas nama Nabi Saw..Naudzu billahi min dzaalik..
Semoga bermanfaat bagi yang ingin mencari kebenaran dan bagi yang ingin mencari pembenaran silakan bantah dengan ilmu…
Kamis, 31 Januari 2013
Selasa, 29 Januari 2013
PeLaNgi
LeTiHnYa SiAnG. SeJuKaN SeNjA. MeNtAriPuN TeNgGeLaM di UfUk BaRaT.
RiNtIk HuJaN TuRuN BaSaHi BuMi.
WaRnA-WaRni PeLaNgi TaBuRkAn SeNyUm. sUnGgUh iNdAh HaRi ItU. BeRdUa BeRsAmA DiRiMu.
MuSnAh sUdAh RaSa LeLaH Yg mEnGgUnCaNg jIwA RaGa
SiNaR PeLaNgi MeNgHiAs LaNgiT. PeRLaHaN mEnUjU bUmi. SeJuKkAn jiWa BaHaGiA Di HaTi.
MeSki mSiH Di AtAs AwAn. NaMuN HaRaPaN AkAn kE iNdAhAn tEtAp kU RaSa.
RaSa CiNtA BeRjAlAn di jiWa. NaDi BeRdEnYuT GeTaRkAn nAfAs ciNtA.
kE HaDiRmU MeNaMbAh cAnTik NyA DuNiA.
Takdir allah
Ketika takdir ALLAH tak dapat dipahami, maka
kembalikanlah kepadaNYA, sebab memang ada ruang gelap yang dengan ilmu
saya akan sulit saya pahami, namun tak sulit untuk direnungi. Diruang
inilah tempat saya menyandarkan segala pengharapan saya. Diruang inilah
energi tawakal saya letakan, kepasrahan saya labuhkan.
Langganan:
Postingan (Atom)